Kepala dinas tak
perlu alergi dengan wartawan mingguan
Wartawan Profesional bukan dilihat
dari medianya atau uji kompetensi yang dimiliki tapi dilihat dari hasil tulisan
dan kinerjanya.
Tangerang selatan, (MTS)
Pejabat dan wartawan sama-sama
sebagai pekerja yang mempunyai tugas dan kewajibannya masing-masing sebagai
abdi negara dan jurnalis sebagai kontrol
sosial seperti diatur undang-undang republik ini.Tetapi nyaris hubungan pejabat
dan wartawan seperti tidak bermakna karena
banyak pejabat alergi melihat kuli tinta.Bisa jadi tidak harmonisnya hubungan
itu karena telah terjadi stagnasi komunikasi
atau adanya opini yang dibentuk oleh orang – orang yang tidak
bertanggung jawab sehingga tercipta hipotesa seakan wartawan Cuma cari-cari
masalah anggapan ini belum tentu salah dan belum tentu bisa dibenarkan ,tetapi
vonis sudah terlanjur menghujat keduanya sehingga ada istilah pejabat korup
serta wartawan memeras tetapi tidak ada oknum wartawan dengan pejabat jotos-jotosan
seperti anggota dewan, itu mungkin karena pejabat dan oknum tadi lebih
mengedepankan kemampuan intlektual ketimbang kemampuan emosional berita tentang
“ Aib ” nya wartawan yang disebut oknum itu, bukan lagi rahasia untuk para
pejabat serta keluarganya dirumah di isyu miring tentang wartawan memang sudah
sampai ketangga istana serta masuk ke dapur-dapur rumah pejabat. Biasanya para
oknum pejabat selalu curhat dengan istrinya kalau hari ini, kemarin dan entah
sampai kapan, dirinya selalu dikejar-kejar wartawan sehingga kerjanya tidak
konsen. Tetapi lain halnya bila oknum pejabat itu membawa uang banyak kerumah dan
selalu merahasiakan uang hasil apa. Setidaknya ia hanya bilang uang titipan
atau hasil bisnis.
Hebatnya, untuk menghindari
wartawan tidak sedikit oknum pejabat menyiapkan ruangan khusus serta tempat
pertemuan. Tidak cukup sampai disitu untuk mengecilkan wartawan mingguan tangsel mereka
membiayai workshop tentang kode etik jurnalis dan kewartawanan. Aneh memang,
tetapi itulah bukti tidak harmonisnya hubungan pejabat dengan wartawan. Workshop
tadi tentu memancing perhatian banyak orang. Alangkah baiknya workshop tersebut
diadakan untuk membina para pejabat bagaimana menjadi pelayan masyarakat yang
baik dan tidak korup. Masyarakat awam pun mungkin mengerti, bahwa tidak ada
satu pun larangan yang membatasi kerja serta langkah wartawan sampai kekutub
utara, karena wartawan dilindungi oleh Undang-Undang.
Bila saja kita mencermati adanya
oknum pejabat yang selalu menghindar dari wartawan, tentu bisa dikatakan oknum
pejabat itu, tidaklah jujur. Andai saja apa adanya dan jawab pertanyaan
wartawan sesuai kewenangannya. Bila ada indikasi oknum wartawan melakukan
intimidasi dan pemerasan laporkan saja kepada pihak kepolisian. Tetapi yang
sangat pasti, pejabat yang disebut oknum tadi tidak mungkin melapor. Karena itu,
sama artinya mereka menggali kuburnya sendiri karena memang ada “ Borok “ yang
mereka tutupi. Alhasil, oknum pejabat itu harus menyiapkan “ Amplop “ untuk
wartawan, kendati isinya hanya senilai kulit kacang yang pantas untuk
dibuang.terungkapnya kasus korupsi ditanah air, adalah bukti-bukti banyaknya
pejabat seperti oknum tadi. Mulai dari pejabat lurah sampai ketingkat menteri
yang dekat dengan istana. Lalu,masih pantaskah bila ada tudingan wartawan telah
mengganggu kinerja pejabat, sementara triliunan rupiah uang rakyat habis “
Dijilat “ pejabat.
Jauh-jauh hari seperti tempo doeloe dan
sebelum kekuatan reformasi merubah peradaban republik ini. Wartawan adalah
sosok kuli tinta yang sangat egani dan banyak dijuluki sebagai “ Seniman “. Mereka
selalu mengantongi rasa idealisme serta kesetiakawanan sesama frofesi.
Idealisme itu sekarang
dipertanyakan oleh rekan-rekan wartawan mingguan, masih bisakah idealisme itu
dipertahankan, sementara mereka butuh makan dan oknum pejabat menggoda untuk
menerima amplop pemberiannya.
Kalau hadiah amplop dari pejabat
yang “ bersih “ itu tentu adalah uang
halal karena mereka bukanlah oknum, kendati wartawan tadi telah melanggar kode
etik jurnalistik bahwa wartawan tidak boleh menerima sesuatu, baik untuk
memberitakan atau tidak memberitakan. Tetapi bisa menjadi “Haram” ketika yang
memberikan amplop itu adalah oknum yang diduga telah banyak melakukan
kesalahan.
Tidak semua pejabat bisa dibilang
oknum dan tidak semua wartawan bisa dikatakan oknum karena masih ada dari
mereka yang tidak tergoda karena niat dan kejujuran hati dan mereka mungkin
dapat menghindar dari sebutan oknum tetapi sulit membedakan tipisnya antara
halal dan haram.