Ads 468x60px

Minggu, 10 Maret 2013

PEJABAT HARUSNYA SINERGI DENGAN WARTAWAN MINGGUAN

Kepala dinas tak perlu alergi dengan wartawan mingguan

Wartawan Profesional bukan dilihat dari medianya atau uji kompetensi yang dimiliki tapi dilihat dari hasil tulisan dan kinerjanya.

Tangerang selatan, (MTS)
Pejabat dan wartawan sama-sama sebagai pekerja yang mempunyai tugas dan kewajibannya masing-masing sebagai abdi negara dan jurnalis  sebagai kontrol sosial seperti diatur undang-undang republik ini.Tetapi nyaris hubungan pejabat dan wartawan seperti tidak bermakna  karena banyak pejabat alergi melihat kuli tinta.Bisa jadi tidak harmonisnya hubungan itu karena telah terjadi stagnasi komunikasi     atau adanya opini yang dibentuk oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab sehingga tercipta hipotesa seakan wartawan Cuma cari-cari masalah anggapan ini belum tentu salah dan belum tentu bisa dibenarkan ,tetapi vonis sudah terlanjur menghujat keduanya sehingga ada istilah pejabat korup serta wartawan memeras tetapi tidak ada oknum wartawan dengan pejabat jotos-jotosan seperti anggota dewan, itu mungkin karena pejabat dan oknum tadi lebih mengedepankan kemampuan intlektual ketimbang kemampuan emosional berita tentang “ Aib ” nya wartawan yang disebut oknum itu, bukan lagi rahasia untuk para pejabat serta keluarganya dirumah di isyu miring tentang wartawan memang sudah sampai ketangga istana serta masuk ke dapur-dapur rumah pejabat. Biasanya para oknum pejabat selalu curhat dengan istrinya kalau hari ini, kemarin dan entah sampai kapan, dirinya selalu dikejar-kejar wartawan sehingga kerjanya tidak konsen. Tetapi lain halnya bila oknum pejabat itu membawa uang banyak kerumah dan selalu merahasiakan uang hasil apa. Setidaknya ia hanya bilang uang titipan atau hasil bisnis.
Hebatnya, untuk menghindari wartawan tidak sedikit oknum pejabat menyiapkan ruangan khusus serta tempat pertemuan. Tidak cukup sampai disitu untuk mengecilkan wartawan mingguan tangsel    mereka  membiayai workshop tentang kode etik jurnalis dan kewartawanan. Aneh memang, tetapi itulah bukti tidak harmonisnya hubungan pejabat dengan wartawan. Workshop tadi tentu memancing perhatian banyak orang. Alangkah baiknya workshop tersebut diadakan untuk membina para pejabat bagaimana menjadi pelayan masyarakat yang baik dan tidak korup. Masyarakat awam pun mungkin mengerti, bahwa tidak ada satu pun larangan yang membatasi kerja serta langkah wartawan sampai kekutub utara, karena wartawan dilindungi oleh Undang-Undang.
Bila saja kita mencermati adanya oknum pejabat yang selalu menghindar dari wartawan, tentu bisa dikatakan oknum pejabat itu, tidaklah jujur. Andai saja apa adanya dan jawab pertanyaan wartawan sesuai kewenangannya. Bila ada indikasi oknum wartawan melakukan intimidasi dan pemerasan laporkan saja kepada pihak kepolisian. Tetapi yang sangat pasti, pejabat yang disebut oknum tadi tidak mungkin melapor. Karena itu, sama artinya mereka menggali kuburnya sendiri karena memang ada “ Borok “ yang mereka tutupi. Alhasil, oknum pejabat itu harus menyiapkan “ Amplop “ untuk wartawan, kendati isinya hanya senilai kulit kacang yang pantas untuk dibuang.terungkapnya kasus korupsi ditanah air, adalah bukti-bukti banyaknya pejabat seperti oknum tadi. Mulai dari pejabat lurah sampai ketingkat menteri yang dekat dengan istana. Lalu,masih pantaskah bila ada tudingan wartawan telah mengganggu kinerja pejabat, sementara triliunan rupiah uang rakyat habis “ Dijilat “ pejabat.
 Jauh-jauh hari seperti tempo doeloe dan sebelum kekuatan reformasi merubah peradaban republik ini. Wartawan adalah sosok kuli tinta yang sangat egani dan banyak dijuluki sebagai “ Seniman “. Mereka selalu mengantongi rasa idealisme serta kesetiakawanan sesama frofesi.
Idealisme itu sekarang dipertanyakan oleh rekan-rekan wartawan mingguan, masih bisakah idealisme itu dipertahankan, sementara mereka butuh makan dan oknum pejabat menggoda untuk menerima amplop pemberiannya.
Kalau hadiah amplop dari pejabat yang “  bersih “ itu tentu adalah uang halal karena mereka bukanlah oknum, kendati wartawan tadi telah melanggar kode etik jurnalistik bahwa wartawan tidak boleh menerima sesuatu, baik untuk memberitakan atau tidak memberitakan. Tetapi bisa menjadi “Haram” ketika yang memberikan amplop itu adalah oknum yang diduga telah banyak melakukan kesalahan.
Tidak semua pejabat bisa dibilang oknum dan tidak semua wartawan bisa dikatakan oknum karena masih ada dari mereka yang tidak tergoda karena niat dan kejujuran hati dan mereka mungkin dapat menghindar dari sebutan oknum tetapi sulit membedakan tipisnya antara halal dan haram.

Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar